Selamat datang di blog pribadiku.di sini anda bisa melihat beberapa catatan saya dan artikel saya yang mudah-mudahan bisa bermanfaat dan bisa menginspirasi anda semua.

Tuesday 21 August 2018

SEJARAH TEORI KRITIS DAN TRADISI PEMIKIRAN KRITIS (George Ritzer)


SEJARAH TEORI KRITIS DAN TRADISI PEMIKIRAN KRITIS
            Seperti kita ketahui, bahwasanya dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan terdapat satu teori yang bertujuan untuk menjadikannya praksis emansipatoris, yakni teori kritis. Dimana hal ini memiliki arti bahwa teori kritis ini haruslah menjadikan manusia agar lebih bebas dari segala bentk dominasi atau tekanan dari struktur yang mendominasi, termasuk mitos. Teori ini muncul pada lingkungan masyarakat yang terdapat ekploitasi manusia atas manusia di wilayahnya. Teori ini pertama kali ditemukan oleh Marx Hokheimer pada tahun 30-an. Marx merupakan filsuf yang sangat memperhatikan perubahan kondisi produksi kapitalisme yang bukan saja eksploitatif, tetapi juga membuat manusia teralienasi, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Dan cara yang harus diperbuat untuk bangkit menuju kebebasan yakni dengan perubahan kelas buruh dengan borjuis, dengan cara revolusi proletariat. Yang pada akhirnya teori ini dianggap sebagai suatu kebenaran yang bersifat absolut. Dalam hal ini yang menjadikan hal tersebut dipandang benar secara utuh karena menjadikan cara berpikir masyarakat sebagai alat untuk mewujudkan idealitasnya, dengan penolakan atas skeptisisme dengan mengaitkan nalar dan kehidupan sosial. Teori kritis sendiri juga menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan doktrin normatif kebenaran, moralitas dan keadilan. Teori ini telah melampaui batas-batas mazhab frankfurt. Dahulu dan sebagaian besar pada masa kini, teori kritis berorientasi eropa, meskipun pengaruhnya kedalam sosiologi amerika tumbuh semakin pesat.
            Adanya teori ini akhirnya memunculkan tradisi teori kritis yang beragam. Dimana sebagian besar dari tradisi ini mengkritisi berbagai aspek kehidupan sosial dan intelektual, terutama hakikat dan sifat masyarakat secara lebih akurat. Dimulai dari kritik atas teori Marxian hingga pada kritik terhadap Kebudayaan. Dari tradisi tersebut menjadikan saya sebagai penulis essai ini tergerak untuk memberikan pandangan atas tradisi-tradisi yang ada pada teori kritis ini.
            Dimulai dari kritik terhadap teori Marxian, dalam teori ini saya melihat bahwasanya setiap suatu teori yang muncul tidaklah selalu pada posisi benar, adakalahnya untuk dikritisi.dan teori Marxian inilah yang menjadi awal mula kemunculan kritik atas teori tersebut yang terdapat determinis ekonomi para Marxis mekanistis atau mekanis. Dalam hal ini menururt para teoritis merupakan suatu kesalahan apabila hanya terpusat pada aspek ekonomi saja, akan tetapi haruslah kepada kehidupan sosialnya, hal ini guna memperbaiki kesenjangan sosial yang terdapat dalam masyarakat dengan cara kulturasi[i].
            Kedua yakni Kritik Positivisme,  sama dengan halnya kritis terhadap teori Marxian, dalam positivisme juga mengkritisi atas determinisme ekonomi, dikarenakan beberapa orang yang menganut paham determinisme ekonomi juga menerima teori pengetahuan positivistik[ii]. Dalam hal ini dapat dilihat bahwasanya para kaum positivis percaya bahwa pengetahuan bersifat netral, dimana memunculkan pandangan bahwa positivisme tidak mendukung adanya tindakan sosial tertentu dalam ilmu pengetahuan. Akan tetapi teori kritik ini ditentang oleh beberapa mazhab kritis karena sejumlah alasan, semisal alasan karena positivisme cenderung merefikasi dasar sosial dan melihatnya sebagai proses netral, yang memusatkan perhatian atas aktivitas manusia maupun bagaimana aktivitas tersebut  memengaruhi struktur sosial yang lebih besar.
            Keritik terhadap sosiologi merupakan tradisi yang ketiga, saya berpandangan bahwa munculnya kritik ini dikarenakan para teoritis menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan itu sendiri atau saintisme[iii]. Dimana dipandang tidak secara penuh mengkritik masyarakat yang melampaui struktur sosial yang ada. Adapun menurut mazhab kritis, sosiologi telah menghindar dari kewajiban untuk membantu orang-orang yang ditindas oleh masyarakat kontemporer. Yang menjadikan fokus sosiolog pada masyarakat secara keseluruhan daripada individu dengan masyarakat. Sehingga dipandang tidak mampu memberikan hal yang besar bagi perubahan politik yang melahirkan “masyarakat yang adil dan manusiawi”.
            Setelah kritik terhadap sosiologi, mazhab kritis juga mengkritik masyarakat modern sebagai tradisi teori kritis yang ke-empat, yang termasuk juga berbagai komponen didalamnya, dalam hal ini tertuju kepadaberubahnya dominasi atas ekonomi menjadi lebih kepada kultur atau kebudayaan. Dan teori ini tidak hanya dipengaruhi oleh Marxian saja, akan tetapi juga oleh teori Weberian, yang memfokuskan mereka pada rasionalitas sebagai perkembangan dominan di dunia modern. Selain pada rasionalitas kehidupan modern, mazhab kritis juga melihat bahwa masyarakat modern juga sarat dengan irasionalitas[iv], karena semua yang rasional dapat mengahncurkan individu dan kebutuhan serta kemampuan mereka, sehingga perdamaian di pelihara melalui ancaman perang terus menerus, dimana orang yang miskin akan tetap tertindas, tereksploitasi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat modern juga menjadikan teknologi sebagai alat utama, sehingga saya beranggapan bahwa teknologi ini dapat mengancurkan dan menindas individualitas, yang menjadikan kebebasan batiniah tercengkeram dan terinvasi oleh teknologi modern. Akibatnya masyarakat sebagai individu kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan negatif tentang masyarakat.
            Yang terakhir adalah kritik terhadap kebudayaan, dalam hal ini mazhab kritis memberikan kritikan terhadap suatu hal yang disebut “industri kebudayaan”, suatu struktur rasional dan birokrasi semisal televisi yang mengendalikan kebudayaan modern. Ketertarikan terhadap industri kebudayaan baru inilah yang mencerminkan perhatian mereka terhadap konsep “suprastruktur” yang menghasilkan budaya massa daripada bidang ekonomi, budaya massa sendiri digambarkan sebagai kebudayaan yang diatur, tidak spontan tereifikasi dan palsu daripada sesuatu yang riil[v]. Terdapat dua hal kekhawatiran atas industri ini. Pertama, ketakutan akan kepalsuan yang ada didalamnya, yang dianggap sebagai gagasan yang sudah dikemas sebelumnya yang dihasilkan secara massal dan disebarluaskan kepada massa oleh media. Kedua, para teoritis terusik oleh efek menaklukkan, represif, dan membodohkan bagi masyarakat. Atas hal tersebut, Keller melihat televisi sebagai ancaman bagi demokrasi, individualitas, dan kebebasan, serta mengajukan saran semisal akuntabilitas yang lebih demokratis, akses dan partisipasi warga negara yang lebih besar untuk mengatasi ancaman ini. Keller melampaui kritik dengan cara menawarkan usulan yang tadi guna mengatasi bahaya yang akan muncul pada televisi-televisi.
            Pada dasarnya yang dapat saya lihat dalam kritik terhada kebudayaan ini ialah terpusatnya pemikiran akan keberadaan pembuat budaya baru yang bersifat massal dan dengan mudah dapat diterima dan masuk kepada segala lini lapisan masyarakat yakni televisi sebagai contohnya. Senada dengan para mazhab kritis, memang benar apabila kita tidak jeli dan kritis akan ketimpangan yang ada dalam era modern saat ini, kita akan terancam secara perlahan dalam hal naluri sosial kita, disisi lain kita akan lebih terpaku pada informasi yang mungkin dapat kita cari kebenarannya secara langsung akan tetap kita lebih memilih untuk berdiam diri dan hanya mengetahui kebenaran lewat media yang sebenarnya belum tentu benar.
            Pada akhirnya kita harus dituntut untuk lebih kritis akan sesuatu hal yang ada disekitar kita. Dimulai dari diri sendiri sebagai individu yang berada pada sistem masyarakat, kita haruslah peka dan lebih mencermati betul kejadian ataupun hal yang ada disekeliling kita dengan ikut membangun sikap kritis yang mengarah pada hal yang bersifat postif bagi kehidupan kita dan bagi kehidupan masyarakat luas tanpa ada unsur merusak moralitas. Karena misi utama kita sebagai manusia dalam mengkritik suatu hal yakni menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi daripada sebelumnya yang sesuai dengan cita dan keinginan diri kita masing-masing dan dengan tanpa mengesampingkan kepentingan bagi individu lainnya dalam suatu kelompok tersebut.


[i] George Ritzer & Douglas J.G, Teori Sosiologi (Bantul : Kreasi Wacana, 2014) cet X hal 301
[ii] ibid. hal 301
[iii] ibid. hal 302
[iv] ibid. hal 303
[v] ibid. hal 304

No comments: