Pengertian Wakaf
Waqaf/Wakaf adalah menahan suatu benda yang
kekal abadi secara fisik zatnya serta dapat digunakan untuk sesuatu yang benar
dan bermanfaat.
Waqaf menurut
bahasa, berasal dari bahasa Arab الوقف
bermakna الحبس , artinya menahan. . Contoh wakaf yaitu seperti mewakafkan
sebidang tanah untuk dijadikan lahan makam penduduk setempat, wakaf bagunan
untuk dijadikan masjid, dan lain-lain.
Imam Abu Bakar Muhamad bin Abi
Sahel As Sarkhasi mengartikan waqaf menurut bahasa sebagaimana di atas, lalu
berdalil dengan firmanNya:
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (Ash Shofat:24).
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (Ash Shofat:24).
Wakaf termasuk
amal ibadah yang paling mulia bagi kaum muslim, yaitu berupa membelanjakan
harta benda. Dianggap mulia, karena pahala amalan ini bukan hanya dipetik
ketika pewakaf masih hidup, tetapi pahalanya juga tetap mengalir terus,
meskipun pewakaf telah meninggal dunia.
Dari beberapa
pegertian di atas dapatlah disimpukan bahwa pengertian wakaf kalau dilihat dari
perbuatan orang yang mewakafkan yaitu suatu perbuatan hukum dari seseorang yang
dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi
kepentingan umum dan bertujuan untuk mendapatkan ridla dari Allah SWT.
DALIL
TENTANG WAkAF
Dari beberapa ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum adalah:
لَنْ تَنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شئ فإن الله به عليم (ال عمران: 92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.[1] (QS. Ali-Imran/3: 92)
ياأيها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض ……(البقرة:267)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu………”.[2] (QS. Al-Baqarah/2: 267)
…… وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد العقاب (المائدة: 2)
“……… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[3] (QS. Al-Maidah/5: 2)
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَـطَعَ عَمَـلُهُ إلاَّ مِنْ ثَـلاَثٍ:
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْـتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رواه مسلم
Artinya :"Apabila anak adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya".(HR.Muslim)
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا
الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan (Q.S. Al-Hajj: 77).
لَن تَنَالُواْ
الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ
فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya: Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya (Q.S. Ali Imran: 92).
مَّثَلُ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ
يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (Q.S.
Al-Baqarah: 261)
RUKUN-RUKUN
WAkAF
1. Ada Orang Yang
Wakaf
- Wakaf atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
- Pelaku wakaf memiliki hak untuk berbuat kebaikan.
- Wakaf atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
- Pelaku wakaf memiliki hak untuk berbuat kebaikan.
Syarat Orang Yang Wakaf (Wakif)
Orang yang wakaf, hendaknya merdeka, pemilik barang yang diwakafkan, berakal, baligh dan cerdas (mengerti dan tanggap). Dalilnya ialah:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al Baqarah:236].
Orang yang wakaf, hendaknya merdeka, pemilik barang yang diwakafkan, berakal, baligh dan cerdas (mengerti dan tanggap). Dalilnya ialah:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [Al Baqarah:236].
2. Ada Barang Yang
Diwakafkan
- Kekal abadi bendanya
- Milik sendiri
- Ada akad wakaf antara pemberi dan penerima waqaf
- Kekal abadi bendanya
- Milik sendiri
- Ada akad wakaf antara pemberi dan penerima waqaf
Syarat Barang waqaf
Imam Syafi’i berkata: Benda waqaf tidak diperbolehkan, melainkan
bila bendanya tetap utuh, tidak berkurang karena diambil manfaatnya. Oleh
karenanya, tidak boleh mewakafkan makanan, karena akan habis segera.
3. Ada Orang Yang
Diwakafkan
Allah berfirman.
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. [An Nisa’ : 5].
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. [An Nisa’ : 5].
4.Sighat / Akad Wakaf
IKRAR WAKAF
Orang yang wakaf dapat diketahui, bila dia berikrar atau menyampaikan pernyataan. Misalnya:
Pertama :
Orang yang wakaf dapat diketahui, bila dia berikrar atau menyampaikan pernyataan. Misalnya:
Pertama :
Perbuatan yang mengandung makna
wakaf.Misalnya membangun masjid dan orang diizinkan shalat di dalamnya,
membangun pendidikan agama dan lainnya.
Kedua :
Kedua :
Perkataan; hal ini ada dua macam.
Dengan menggunakan kalimat yang jelas, seperti وقفتُ
(aku wakafkan) حبستُ (aku tahan pokoknya) atau سبلتُ ثمرَتها (aku
pergunakan hasilnya untuk fi sabilillah), atau dengan sindiran kata lain,
misalnya seperti تصدقت ُ
(aku shadaqahkan hasilnya) حرمت ً (ku haramkan mengambil hasilnya) أبدت ُ
(aku abadikannya). Contohnya, bila ada orang yang berkata ”saya sedekahkan
rumahku ini, aku abadikan rumah ini, atau tidak aku jual rumah ini, dan aku tidak
menghibahkannya”.
Ketiga :
Ketiga :
Wasiat, misalnya, bila aku
meninggal dunia, maka aku wakafkan rumah ini. Akad semacam ini dibolehkan,
sebagaimana pendapat Imam Ahmad, karena kalimat ini merupakan wasiat. [Lihat Al
Mughni, 8/189; Al Mifsal Fi Ahkamil Mar’ah, 10/429; Fiqih Sunnah, 3/380. Lihat
Fathul Bari, 5/403; Taisirul Allam, 2/132]
PERSAKSIAN WAKAF
Wakif, sebaiknya mempersaksikan barang wakafnya, agar dia tetap amanat dan dapat menghindari khianat. Dalilnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, no. 2551, bersumber dari sahabat Ibn Abbas Radhiyallahu 'anhu.
Sahabat Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu 'anhu, ketika ibunya meninggal dunia, ketika itu dia tidak ada. Lalu ia lapor kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia. Ketika itu saya tidak ada. Apakah dapat bermanfaat kepadanya bila aku bershadaqah sebagai gantinya?” Beliau menjawab,”Ya,” maka Sa’ad berkata,”Sesungguhnya aku menjadikan kamu sebagai saksi, bahwa pekarangan yang banyak buahnya ini aku shadaqahkan untuk ibuku. [HR Bukhari, 2551].
Ibnu Hajar berkata: Hadits di atas, bila dijadikan dasar adanya saksi wakaf, belum jelas; karena boleh jadi, maksud hadits di atas adalah pemberitahuan. Sedangkan Al Mulhib beralasan perlunya wakaf ada saksi, berdasarkan firmanNya:
وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli. [Al Baqarah:282].
Al Mulhib berkata: Apabila orang berjual beli dianjurkan adanya saksi, padahal makna jual beli adalah penukaran barang, maka wakaf dianjurkan adanya saksi itu lebih utama. [Lihat Fathul Bari, 5/391].
Wakif, sebaiknya mempersaksikan barang wakafnya, agar dia tetap amanat dan dapat menghindari khianat. Dalilnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, no. 2551, bersumber dari sahabat Ibn Abbas Radhiyallahu 'anhu.
Sahabat Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu 'anhu, ketika ibunya meninggal dunia, ketika itu dia tidak ada. Lalu ia lapor kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia. Ketika itu saya tidak ada. Apakah dapat bermanfaat kepadanya bila aku bershadaqah sebagai gantinya?” Beliau menjawab,”Ya,” maka Sa’ad berkata,”Sesungguhnya aku menjadikan kamu sebagai saksi, bahwa pekarangan yang banyak buahnya ini aku shadaqahkan untuk ibuku. [HR Bukhari, 2551].
Ibnu Hajar berkata: Hadits di atas, bila dijadikan dasar adanya saksi wakaf, belum jelas; karena boleh jadi, maksud hadits di atas adalah pemberitahuan. Sedangkan Al Mulhib beralasan perlunya wakaf ada saksi, berdasarkan firmanNya:
وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli. [Al Baqarah:282].
Al Mulhib berkata: Apabila orang berjual beli dianjurkan adanya saksi, padahal makna jual beli adalah penukaran barang, maka wakaf dianjurkan adanya saksi itu lebih utama. [Lihat Fathul Bari, 5/391].
PENCATATAN WAKAF
Wakaf, sebaiknya dicatat sebagaimana dijelaskan hadits di atas, yaitu kisah sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu ketika mewakafkan tanahnya, ada pesan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا
Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya. [HR Bukhari, sebagaimana tercantum di atas].
Ahli Ilmu menjadikan hadits ini sebagai dalil perlunya pencatatan wakaf, sebagai bukti bila terjadi perselisihan dan untuk maslahah pada hari kemudian.
Disebutkan di dalam kitab Al Muhadzab: Apabila pemilik wakaf memperselisihkan di dalam persyaratan wakaf dan penggunaannya, sedangkan tidak ada bukti, maka bila wakifnya masih hidup, yang dijadikan pegangan adalah perkataan wakif; karena dialah yang menetapkan syarat dan penggunaannya. [ kitab Al Muhadzab, 1/446].
HUKUM DAN STATUS
HARTA WAQAF
HUKUM WAQAF
Secara asal menurut definisi wakaf
yang telah lalu para ulama mengatakan bahwa asal hukum wakaf adalah sunnah/
dianjurkan, dengan dasar hadits-hadits yang berkaitan dengan wakaf, seperti
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Apabila mati anak Adam, terputuslah
amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, atau ilmu yang bisa dimanfaatkan
(setelahnya), atau anak shalih yang mendo’akan orang tuanya. (HR. Muslim
kitab al-Wasiyat 3/1255, Tirmidzi dalam bab fi al-Waqf, Abu Dawud 2/106, dan
Ahmad dalam Musnad-nya 2/372)
Hadits di atas dalam lafazh
“shadaqah jariyah” sifatnya umum mencakup segala shadaqah yang manfaatnya terus
berjalan seperti wakaf, wasiat, sedekah., dan sebagainya.
STATUS HARTA WAQAF
Harta wakaf, bukanlah milik pewakaf
lagi ; karena hadits di atas menerangkan
أَنَّهُ لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ
Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris.
Abu Yusuf dan Muhamad berkata : Harta, bila diwakafkan tidaklah menjadi milik pewakaf lagi. Tetapi, dia hanya berhak menahan benda pokoknya, agar tidak dimiliki orang lain. Oleh karena itu, bila pewakaf meninggal dunia, ahli warisnya tidak mewarisi harta wakafnya.
SYARAT SAH-NYA DAN HIKMAH WAQAF
SYARAT SAH
l.Hendaknya orang yang mewakafkan adalah pemilik sah harta tersebut
2. Barang yang diwakafkan dapat dimanfaatkan
3. Barang yang diwakafkan tetap ada dan tidak habis walaupun telah
dimanfaatkan.
4.Hendaknya mewakafkan sesuatu di jalan Alloh untuk selama-lamanya.
5. Hendaknya pemilik harta tidak memberi syarat dalam wakafnya
dengan syarat yang menyelisihi sahnya wakaf atau membatalkan wakaf tersebut.
HIKMAH WAQAF
1. Sebagai salah satu cara untuk beribadah kepada Allah s.w.t.
2. Membuka jalan bagi orang beriman yang suka memberi wakaf dan berlumbalumba dalam amal kebajikan dan mengharapkan pahala.
3. Memberi pahala yang berterusan kepada pewakaf selepas kematian selagimana harta wakaf tersebut kekal dimanfaatkan.
4. Untuk kebaikan Islam, seperti membina masjid, surau, tanah perkuburan dan sebagainya.
5. Membantu mengurangkan beban orang fakir dan miskin serta anak yatim.
1. Sebagai salah satu cara untuk beribadah kepada Allah s.w.t.
2. Membuka jalan bagi orang beriman yang suka memberi wakaf dan berlumbalumba dalam amal kebajikan dan mengharapkan pahala.
3. Memberi pahala yang berterusan kepada pewakaf selepas kematian selagimana harta wakaf tersebut kekal dimanfaatkan.
4. Untuk kebaikan Islam, seperti membina masjid, surau, tanah perkuburan dan sebagainya.
5. Membantu mengurangkan beban orang fakir dan miskin serta anak yatim.
SEKIAN RANGKUMAN INI BERDASARKAN TUGAS SKOLAH SAYA DAN SUMBER DARI BERBAGAI BUKU BESAR PAI KELAS X SMA
No comments:
Post a Comment