Selamat datang di blog pribadiku.di sini anda bisa melihat beberapa catatan saya dan artikel saya yang mudah-mudahan bisa bermanfaat dan bisa menginspirasi anda semua.

Friday 24 August 2018

Materi Makalah Wasiat

Pengertian Wasiat
Wasiat artinya pesan atau sesuatu kebajikan yang harus disampaikan sesudah seseorang meningal dunia. Hukum wasiat adalah sunnah bagi tiap-tiap orang, sebab manusia senantiasa berada dalam kekuasaan Tuhan,dan tidak seseorang pun mengetahui kedatangan maut.dalam hal ini ,membayar utang harus didahulukan sebelum wasiat dilaksanakan.
Allah SWT,berfirman:
 
Artinya: “ (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. “

Rukun-rukun Wasiat
1.      Mausi (orang yang berwasiat)
2.      Mausilah (tempat berwasiat)
3.      Mausibih (orang yang diwasiatkan)
4.      Lafal Wasiat (pesan sebelum meninggal)
Syarat Sah Berwasiat
1.      Yang berwasiat itu mukallaf, merdeka serta melakukannya atas kemauan sendiri walaupun ia bodoh atau kafir. Tidaklah sah berwasiat dari anak-anak, orang gila, dan orang yang terpaksa.
2.      Tempat memberikan wasiat dihalalkan (dibolehkan) dalam agama islam, seperti masjid, madrasah, dan lain-lainnya. Tidaklah sah berwasiat ke tempat-tempat yang diharamkan oleh agama,seperti gereja,rumah berhala, tempat judi, dan lain-lainnya.
3.      Tempat memberikan wasiat itu jelas ada dan ada pula ahli milik wasiat ketika berwasiat. Tidaklah sah wasiat orang islam kepada orang kafir, wasiat kepada jenazah, atau binatang ternak sebab semua itu tidak dapat memiliki wasiat itu.
4.      Wasiat tidak lebih dari sepertiga harta orang yang berwasiat. Bila ada seseorang berwasiat lebih dari sepertiga hartanya,yang sah hanyalah yang sepertiga itu,sedangkan selebihnya adalah hak waris.
Syarat Harta yang Diwasiatkan
Ulama fikih mengemukakan beberapa persyaratan terhadap harta yang akan diwasiatkan, yaitu:[1]  Harta/benda yang diwasiatkan adalah sesuatu yang bernilai harta secara syara’ (al-mutaqawimah). Oleh sebab itu, apabila harta yang diwasiatkan itu tidak bernilai harta menurut syara’, seperti minuman keras dan babi, maka wasiatnya tidak sah. Secara lahirnya, minuman keras dan babi merupakan harta, tetapi bagi umat Islam kedua benda itu tidak termasuk harta yang halal sehingga tidak sah dijadikan objek wasiat.
-          Harta yang diwasiatkan adalah sesuatu yang bisa dijadikan milik, baik berupa materi maupun manfaat. Misalnya, mewasiatkan sebidang tanah, seekor unta, atau mewasiatkan pemanfaatan lahan pertanian selama 10 tahun, atau mendiami rumah selama satu tahun. Bahkan ulama fikih membolehkan mewasiatkan sesuatu yang akan ada, sekalipun ketika akad dibuat, materi yang diwasiatkan belum ada. Misalnya, mewasiatkan buah- buahan dari sebidang kebun. Ketika wasiat dibuat, pohon  itu  baru  berputik, apabila pemilik kebun berwasiat, “apabila saya wafat, buah- buahan dikebun ini saya wasiatkan pada fulan.” Maka wasiatnya  sah.
-          Harta yang diwasiatkan adalah milik mushi (pewasiat), ketika berlangsungnya wasiat.
-          Harta  yang  diwasiatkan  itu  tidak  melebihi  1/3  (sepertiga)  harta   mushi (pewasiat).
-          Sesuatu yang diwasiatkan tidak mengandung unsur maksiat. 
Isi Wasiat
          Isi dari sebuah wasiat tidaklah boleh melebihi dari sepertiga harta yang ia miliki, karena nanti penerima wasiat akan dianggap mengambil hak ahli warisnya,dan itu dialarang oleh agama. Ahli waris, yaitu anak, ibu, bapak, dan lain-lain, tidak perlu diwasiatkan untuknya sebab mereka akan menerima bagiannya masing-masing menurut ketentuan hukum yang telah ditetapkan walaupun tidak diamanatkan.
Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Qs. Al – Baqarah 180

                          Menurut fatwa Ibnu Abbas tentang ayat ini,wajibnya wasiat kepada orang-orang yang berhak mewarisi harta pewaris telah dimusnahkan. Akan tetapi, masih tetap ada hak wasiat bagi orang-orang yang bukan ahli waris. Sependapat dengan Ibnu Abbs ,ialah Hasan, Masruq, Thaus, Dhakhak, dan Muslim bin Yaasar. Alasan mereka adalah hukum ayat wajib wasiat kepada ibu bapak dan karib kerabat mewarisi itu telah dimusnahkan oleh ayat-ayat mirats (ayat-ayat harta pusaka dan ahli waris) dan hadits tersebut diatas. Sesekalipun demikian, wajibnya berwasiat yang dimaksudkan ayat itu masih tetap bagi karib kerabat yang tidak akan mewarisi.
           

            Hal-hal yang membatalkan wasiat
             Sah atau tidak sahnya wasiat tergantung dari praktik wasiat itu, apakah sudah memenuhi segala rukun dan persyaratan wasiat yang telah ditetapkan. Jika wasiat sudah memenuhi segala rukun dan persyaratannya maka wasiat dianggap sah dan  bisa dilaksanakan, sebaliknya jika tidak memenuhi segala rukun dan  persyaratan,  atau tidak terpenuhi salah satu rukun dan persyaratannya maka wasiat dianggap batal dan tidak sah, karenanya tidak menimbulkan akibat hukum apa  pun. [2]

              Ulama fikih menetapkan beberapa hal yang dapat membatalkan wasiat, sebagiannya disepakati seluruh ulama fikih dan sebagian lainnya diperselisihkan. Adapun hal-hal yang disepakati dapat membatalkan wasiat  adalah:
1.                   Dari aspek pewasiat (mushi)
o         Mencabut wasiatnya,baik secara terang-terangan  maupun  melalui  tindakan hukum;
o         Yang berwasiat mewasiatkan yang bukan miliknya;
o         Yang berwasiat tidak cakap hukum;
2.                   Dari aspek penerima wasiat
o         Penerima wasiat menyatakan penolakannya terhadap wasiat tersebut;
o         Orang yang menerima wasiat tidak jelas;
o         Penerima wasiat lebih dahulu meninggal daripada yang berwasiat;
o         Penerima wasiat membunuh orang yang berwasiat;
o         Penerima wasiat menggunakannya untuk perbuatan maksiat;
o         Penerima wasiat adalah ahli waris si pemberi wasiat.
3.                   Dari aspek harta yang diwasiatkan
o         Harta yang diwasiatkan musnah, seperti terbakar atau hancur  ditelan  banjir;
o         Penerima wasiat meminta harta lebih dahulu sebelum  orang  yang berwasiat meninggal;
o         Benda yang diwasiatkan adalah yang diharamkan atau tidak bermanfaat secara syara’;
o         Wasiat lebih dari 1/3 (sepertiga) harta orangb yang berwasiat.
4.      Syarat yang ditentukan dalam akad wasiat tidak terpenuhi. Misalnya, pewasiat mengatakan, “Apabila sakit saya ini membawa kematian, maka  saya  wasiatkan sepertiga harta saya untuk Fulan.” Tetapi, ternyata si pewasiat itu sembuh dan tidak jadi wafat, maka wasiat itu batal.


[1] Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hlm.1928
[2] Ibid, hlm.148

No comments: