Hibah
disebut juga hadiah atau pemberian. Dalam istilah syara’, hibah berarti
memberikan sesuatu kepada orang lain selagi masih hidup sebagai hak miliknya,
tanpa mengaharapkan ganti atau balasan. Apabila mengaharap balasan semata-mata
dari Allah,hal itu dinamakan sedekah. Kalau memuliakannya dinamakan hadiah.
Tiap-tiap sedekah dan hadiah boleh dianamakan pemberian,tetapi tidak untuk
sebaliknya.
قَالَ
رَسُو لُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ } لَوْ أُهْدِيَتْ لِي ذِرَ
اعٌ لَقَبِلْتُ وَ لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَ اعٍ َلأَجَبْتُ
Artinya : "Seandainya aku diberi hadiah sepotong kaki kambing, tentu aku akan
menerimanya. Dan seandainya aku diundang untuk makan sepotong kaki, tentu aku
akan mengabulkan undangan tersebut.
Hibah mutlak tidak
menghendaki imbalan, baik yang semisal, atau yang lebih rendah, atau yang lebih
tinggi darinya. Inilah hibah dengan maknanya yang khusus. Adapun hibah dengan
maknanya yang umum, maka ia meliputi hal-hal berikut:
2. Sedekah: yang menghibahkan sesuatu dengan harapan pahala di
akhirat.
3. Hadiah: yang menuntut orang yang diberi hibah untuk memberi
imbalan
Didalam
syara” sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti akad yang pokok persoalannya
pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu dia hidup, tanpa
adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk
dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan maka harta
tersebut disebuti’aarah (pinjaman)[1]
Hukum hibah
Hibah disyariatkan dan dihukumi mandub (sunat) dalam Islam. Dan Ayat ayat Al quran maupun teks dalam hadist juga banyak yang menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong menolong dan salah satu bentuk tolong menolong tersebut adalah memberikan harta kepada orang lain yang betul – betul membutuhkannya.
- Allah telah mensyari'atkan hibah, karena hibah itu menjinakkan hati dan meneguhkan kecintaan diantara manusia. Dari Abu Hurairah r.a.: bahwa Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: " تَهَادُوا، تَحَابُّو
"Saling memberi hadiahlah, maka
kamu akan saling mencintai."
- Adalah Nabi saw. menerima hadiah dan membalasnya, Beliau menyerukan untuk menerima hadiah dan menyukainya. Dari Khalid bin 'Adi, bahwa Nabi saw. bersabda;
مَنْ بَلَغَهُ مَعْرُوفٌ عَنْ أَخِيهِ
مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ، وَلَا إِشْرَافِ نَفْسٍ، فَلْيَقْبَلْهُ وَلَا يَرُدَّهُ،
فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ
"Barangsiapa mendapatkan kebaikan
dari saudaranya yang bukan karena mengharap-harap dan meminta-minta , maka hendaklah dia
menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang diberikan Allah
kepadanya.
- Rasulullah saw. telah menganjurkan untuk menerima hadiah, sekalipun hadiah itu sesuatu yang kurang berharga. Dari Anas, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw.
قَالَ رَسُو لُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ } لَوْ أُهْدِيَتْ لِي ذِرَ اعٌ لَقَبِلْتُ وَ لَوْ
دُعِيتُ إِلَى كُرَ اعٍ َلأَجَبْتُ
"Seandainya aku diberi hadiah
sepotong kaki kambing, tentu aku akan menerimanya. Dan seandainya aku diundang
untuk makan sepotong kaki, tentu aku akan mengabulkan undangan tersebut."
Rukun Hibah
Menurut
jumhur ulama’ rukun hibah ada empat:
a. Wahib
(Pemberi)
Wahib adalah pemberi hibah, yang
menghibahkan barang miliknya kepada orang lain.
b. Mauhub lah
(Penerima)
Penerima hibah adalah seluruh
manusia dalam arti orang yang menerima hibah.
c. Mauhub
Mauhub adalah barang yang di
hibahkan.
d. Shighat
(Ijab dan Qabul)
Shighat hibbah adalah segala sesuatu
yang dapat dikatakan ijab dan qabul.
Syarat-syarat
hibah
Hibah
menghendaki adanya penghibah, orang yang diberi hibah, dan sesuatu yang
dihibahkan.
a.
Syarat-syarat penghibah:
1.
Penghibah
memiliki sesuatu untuk dihibahkan
2.
Penghibah
bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
3.
Penghibah
itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.
4.
Penghibah
itu tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang mempersyaratkan keridhaan dalam
keabsahannya.
b.
Syarat-syarat bagi orang yang diberi
hibah
Orang yang
diberi hibah disyaratkan benar-benar ada waktu diberi hibah. Bila tidak
benar-benar ada, atau diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin, maka
hibah tidak sah. Apabila orang yang diberi hibah itu ada di waktu
pemberian hibah, akan tetapi dia masih atau gila, maka hibah itu diambil oleh
walinya, pemeliharaannya atau orang mendidiknya sekalipun dia orang asing.
c.
Syarat-syarat bagi yang dihibahkan
1)
Benar-benar
ada
2)
Harta yang
bernilai
3)
Dapat
dimiliki dzatnya, yakni bahwa yang dihibahkan itu adalah apa yang bisa
dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka
tidak sah menghibahkan air di sungai, ikan di laut, burung di udara,
masjid-masjid atau pesantren-pesantren.
4)
Tidak
berhubungan dengan tempat pemilik hibah, seperti menghibahkan tanaman, pohon,
atau bangunan tanpa tanahnya.
5)
Dikhususkan,
yakni yang dihibahkan itu bukan untuk umum, sebab pemegangan dengan tangan itu
tidak sah kecuali bila ditentukaan (dikhususkan) seperti
halnya jaminan.[2]
Terdapat dua
hal yang hendak dicapai oleh hibah yakni, Pertama, dengan beri
memberi akan menimbulkan suasana akrab dan kasih sayang antara sesama
manusia. Sedangkan mempererat hubungan silaturrahmi itu termasuk ajaran
dasar agama Islam. Kedua, yang
dituju oleh anjuran hibah adalah terbentuknya kerjasam dalam berbuat baik, baik
dalam menanggulangi kesulitan saudaranya, maupun dalam membangun
lembaga-lembaga sosial.[3]
No comments:
Post a Comment